Review Buku Khotbah dari Bawah Mimbar Karya Ahmad Khadafi
Kepon.com-Review Buku Khotbah dari Bawah Mimbar Karya Ahmad
Khadafi -Buku Ahmad Khadafi dengan judul Khotbah dari Bawah Mimbar ini
diterbitkan oleh Mojok dengan tebal 234 halaman. Secara umum buku ini berisi
terkait sikap keberagamaan sehari-hari yang sangat lekat dalam kehidupan
bersmayarakat.
Dikemas melalui gaya bahasa dan tulisan cerita pendek antar karakter
tokoh yang memiliki keunikan masing-masing. Seperti judulnya, buku ini tentu
tidak luput dari dakwah yang sarat dengan khotbah-khotbah namun dalam konteks
penyampaian yang berbeda dari biasanya, alias bukan di atas mimbar.
Pesan atau dakwah yang
disampaikan dalam buku ini dapat disebut sarat sebagai dakwah keagamaan Islam
moderat ala ndeso karena latar utama dalam setiap cerita
pendek yang dilakukan oleh setiap karakter adalah latar perkampungan.
Wajah keberagamaan yang disampaikan dalam buku ini adalah wajah Islam
yang ramah. Hal itu digambarkan dalam karakter utama Kyai Kholil dan anaknnya
Gus Mut yang selalu menjawab pertanyaan-pertanyaan dari orang-orang kampung
terkait kegelisahannya atas pengalaman problem keberagamaan masing-masing.
Selain itu, pertanyaan atau kegelisahan yang ditanyakan kepada Kyai
Kholil dan Gus Mut kadangkala muncul atas fenomena keberagamaan masyarakat
modern saat ini, seperti terkait hubungan agama dan akal, dimana masyarakat
modern yang menginginkan sesuatu hal dapat dinalar termasuk didalamnya hal
agama sekalipun.
Adalah menarik, karena dalam realitanya masyarakat modern ditandai
dengan kelekatannya atas tekhnologi dan informasi yang menuntut untuk dapat
berpikir dan bersikap rasional. Segala hal kadang dipertanyakan termasuk
terkait problem-problem agama sekalipun yang dituntut untuk dirasionalisasi.
Ahmad Khadafi menggambarkan secara epic fenomena tersebut dalam buku ini
dengan sub judul Untuk Apa Belajar Agama Pakai Akal kalau Ujung
Jawabannya Balik ke Iman? Dalam chapter ini diceritakan dimana
Fanshuri menanyakan persoalan belajar agama menggunakan akal namun jika sudah
mentok dikembalikan pada imana kepada Gus Mut.
Gus Mut menjawab pertanyaan Fanshuri tersebut secara apik, yang menurut
saya kadang hal-hal tersebut hanya dapat dijawab oleh orang-orang yang memang
genius. Menurut Gus Mut penggunaan akal dalam proses belajar agama diperlukan
sebagai perangkat untuk menjelaskan agama itu sendiri kepada orang lain.
Perangkat yang dalam hal ini akal digunakan untuk sebatas kemampuan
manusia pada posisi mendakwahkan ajaran agamanya bukan pada mendakwahkan
keimanan sebab keimanan atau keislaman seseorang tidak dapat dipaksakan.
Kepercayaan lahir dari pengalaman, bukan dari hal-hal rasional dahulu.
Akal sebagai perangkat-perangkat dapat dimanipulasi, namun kepercayaan
yang lahir dari pengalaman empiris akan sulit untuk disangkal. Karena kadang,
manusia lebih percaya hati, kepercayaan yang lahir dari pengalaman dibanding
penggunaan akal. Gus Mut menganalogikan masalah ini sebagai kerpecayaan anak
terhadap orang tuanya. Dimana ia meyakini bahwa orang tuanya adalah benar-benar
orang tuanya berdasarkan pengalaman empirisnya.
Adapun untuk membuktikan dia orang tuanya kepada orang lain maka
memerlukan berpikir beserta dokumen-dokumen seperti akta lahir, tes DNA dan
sebagainya. Oleh sebab itu, dapat disimpulkan seseorang percaya dahulu sebagai
tanda keimanan, namun saat bersamaan berusaha menginterprestasikan kepercayaan
itu kepada orang lain melalu perangkat-perangkat yang dibutuhkan. Nah,
perangkat-perangkat yang dibutuhkan tersebut tidak lahir begitu saja tanpa
menggunakan akal. Terimakasih.
Minggu, 26 Desember
2021
Siti Muliana
Penulis Review