Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Review Buku: Membicarakan Feminisme Karya Nadya Karima Melati

Kepoen.com-Membicarakan Feminisme Karya Nadya Karima Melati-Buku dengan judul Membicarakan Feminisme ini ditulis oleh Nadya Karima Melati atau biasanya dikenal dengan nama penanya Nadyazura. 

Hingga saat ini, setidaknya buku ini sudah naik cetak sebanyak lima kali sejak pertama diterbitkannya pada bulan Juli 2019 silam. Menurut saya, buku ini mungkin tidak dapat disebut sebagai buku ringan tapi juga sulit disebut sebagai buku berat. 

Hal itu sebab pada awal bab buku ini setidaknya dipaparkan terkait sejarah, tipologi, atau definisi dari feminisme yang hingga saat ini masih terus diperbincangkan. Paparan yang dilakukan oleh Nadya tersebut memang sejatinya sangat lekat dengan Bahasa-bahasa akademik alias teoritis. 

Namun demikian, pada bab-bab selanjutnya gaya penulisan buku dapat dikatakan ringan dan jauh dari kesan teoritis ala akademisi. Saya kira memang demikian yang menjadi gaya khas dari terbitan EA Books dan Mojok.



Sebagai seseorang yang memiliki latar belakang sejarah, Nadya memaparkan materi dalam buku ini secara apik dan tersistematis. Umumnya, tema-tema tulisan Nadya dalam buku ini sangat lekat dengan realitas perempuan saat ini. 

Misal, terutama kaitannya dengan hak-hak perempuan yang sangkut paut dengan kejahatan siber dan tekhnologi. Hal ini tentu bebarengan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi, dimana kejahatan dengan tekhnologi tersebut pun bertambah bahkan beragam termasuk salah satunya terhadap perempuan. 

Ironisnya, di Indonesia tidak memiliki hokum yang memadai untuk memayungi perempuan korban kejahatan berbasis siber ini. Adapun jenis dari kejahatan siber tersebut, Nadya menyebut ada beberapa tahapan.

Hal lain yang menjadi dan sangat real adalah dimana kondisi masyarakat yang menstigma kelompok marginal, baik itu LGBT maupun kelompok-kelompok yang memiliki penyakit yang seringkali oleh masyarakat diklasifikasikan sebagai “penyakit masyarakat”. 

Menurut Nadya, sebenarnya tidak ditemukan “penyakit masyarakat” sebab yang ada adalah standar masyarakat yang umum dan tidak berpihak pada kelompok marginal. Selain itu, fenomena stigma ini tidak hanya dialamai oleh LGBT atau yang terkena HIV, namun fenomena tersebut juga dapat ditemukan missal pada penyakit lain seperti infeksi Covid-19. 

Banyak disaksikan, seseorang yang terinfeksi Covid-19 dimarginalkan dengan berbagai stigma karena dianggap sebagai aib. Ironisnya, banyak pemerintah daerah bukannya melakukan edukasi namun menambah stigma tersebut.

Pada akhirnya, Nadya menekankan masalah utama dan yang menjadi PR besar pemerintah dan masyarakat umumya adalah kesenjangan social dan penghargaan kepada kelompok minoritas. Dimana, pemerintah seharusnya lebih memperhatikan asal muasal masalah (dalam Bahasa ilmuan siapa gitu ini dikenal sebagai Teori U) yang sangkut pautnya terhadap pemenuhan hak-hak kelompok minoritas. Diakhir bab, Nadya mencoba merefleksikan feminism dalam sejarah di Indonesia, yang menjelaskan dinamika feminism sebagai teori dan pergerakan pembebasan perempuan.

 

 

Sleman, 17 Maret 2022

Siti Muliana

Penulis

 

-
-