Review Buku Rekonstruksi Pemikiran Religus dalam Islam Karya Muhammad Iqbal
Kepoen.com-Review Buku Rekonstruksi Pemikiran Religus dalam Islam Karya Muhammad
Iqbal- Buku ini menjadi buku keempat yang dipinjamkan oleh Pak Sakhok untuk
saya baca. Hingga saat ini, membaca buku ini masih terasa lancar karena saya
merasa buku ini masih memiliki keterkaitan dengan buku-buku sebelumnya, baik
dari segi sistematika pembahasan maupun hal yang menjadi problem utama.
Disamping itu, tidak sedikit pula saya merasa kesulitan.
Karena tidak dapat dipungkiri dengan pengetahuan dan bacaan saya yang baru
beberapa, pembahasan terkait filsafat dan sains dalam bukunya ini membuat
kening saya berkkerut cukup lama dan kemudian memaksa saya untuk
mengulang-ngulang kembali kalimat yang telah dibaca dengan harapan dapat
memahami.
Di awal-awal bab pembahasan, Iqbal menegaskan akan keistimewaan manusia
sebagai makhluk Allah SWT. Beberapa kalimat berikut, adalah kutipan dari buku
Iqbal ini yang sangat saya sukai bahwa manusia sebagai makhluk seistimewa itu.
Ketika ditarik oleh daya-daya sekitarnya, manusia sanggup membentuk dan
mengarahkan mereka; saat dihempaskan, dia mampu membangun dunia yang lebih luas
di dalam batinnya sendiri, tempat dimana dia menemukan sumber-sumber
kegembiraan dan inspirasi yang tiada terhingga.
Nasibnya memang berat dan wujudnya memang lemah, laksana setangkai daun
mawar, tapi tak ada sosok realitas yang begitu kuat, begitu menginspirasi, dan
begitu indah seperti ruh manusia. Maka itu, pada wujud manusia paling dalam,
seperti digambarkan al-Qur’an, ada aktivitas kreatif, sebuah ruh yang membumbung
tinggi, bergerak maju, bangkit dari satu keadaan kepada keadaan yang lain.
Dalam pemahaman saya, Iqbal menegaskan sebagai manusia untuk tidak mudah
menyerah. Selau kreatif dan inisiatif untuk segala sesuatu yang dihadapi.
Karena, yang menjadikan manusia itu berharga adalah pengetahuannya itu sendiri.
Selain itu, yang menjadikan manusia berharga adalah intuisi bathin yang
dimilikinya, dimana pengalaman bathin tersebut terkait pula pada mistisime.
Dengan berbagai karakter utama pengalaman mistik, seperti pengalaman
mistik bersifat langung, tidak dapat dianalisis, pengalaman mistik merupakan
momen persentuhan intim dengan diri yang lain, dan karena pengalaman mistik
bersifat langsung maka jelas ia tidak dapat dikomunikasikan.
Tapi tentu harus diingat, bahwa masalah inti sistimisme adalah setan
memang memalsukan beragam pengalaman yang merasuki lingkaran kesadaran mistik.
Oleh sebab itu, pada bab selanjutnya kemudian Iqbal menulis terkait uji
filosofis terhadap kewahyuan pengalaman religious karena bagaimanapun
pengalaman religous pertama Nabi adalah pengalaman mistik.
Tidak dipungkiri, pembahasan terkait sains dan filsafat dalam buku ini
sangat membuat saya berpikir dua hingga tiga kali untuk kembali membaca kalimat
per kalimat. Lebih dari itu, buku ini tentu sangat mencerahkan. Bahkan, saya
menemukan salah satu yang yang dijadikan contoh oleh pak Sakhok ketika
menjelaskan Islam Nusantara dengan menganalogikannya dengan hubungan antara Ruh
dan Jiwa.
Adapun pembahasan Iqbal terkait perempuan ditemukan dalam buku ini pada
bahasan yang menyangkut terkait negara. Dimana, sendi utama negara dan bangsa
adalah keluarga yang di dalamnya peran perempuan sangat besar. Iqbal menegaskan
bahwa selama nilai perempuan sesungguhnya belum dapat dipahami maka kehidupan
bangsa tidak akan sempurna. Didikan keluarga harus disesuaikan dengan keadilan.
Maka itu sebabnya kesetaraan menjadi suatu keharusan dalam tiga hal
yaitu perceraian, pemisahan, dan harta peninggala (warisan). Terutama dalam
kaitannya terhadap warisan, Iqbal menegaskan bahwa bagian anak perempuan itu
ditentukan bukan oleh sifat kekurangan yang sudah melekat pada dirinya, namun
karena kesempatan-kesempatan ekonomi, dan tempat yang didudukinya dalam
struktur masyarakat, yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan.
Pada akhir bab dengan sub judul Munkinkah Agama Hadir? Pada
bab ini Iqbal memulainya dengan mengklasifikasikan kehidupan religious terdapat
tiga tahap atau periode yaitu, keimanan (diterima tanpa syarat), pemikiran
(agama dicari landasan dalam metafisika) dan penemuan (metafisika digeser oleh
psikologi).
Senin, 02 Desember 2021
Siti Muliana
Penulis Reviewer