Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kemunduran dan Kejayaan Dinasti Abbasiyah: Perjalanan Peradaban Islam di Masa Lampau

 

Kepoen.com-Kemunduran dan Kejayaan Dinasti Abbasiyah: Perjalanan Peradaban Islam di Masa Lampau-Dinasti Abbasiyah adalah penerus dari kerajaan Umayyah dan didirikan untuk mengatasi masalah-masalah yang terjadi pada masa pemerintahan Umayyah. Namun, mereka mampu mencapai masa kejayaan yang gemilang dalam berbagai bidang seperti ekonomi, politik, dan ilmu pengetahuan.

Sebagai generasi umat Islam saat ini, penting bagi kita untuk mengetahui sejarah peradaban Islam yang pernah mencapai masa keemasan yang melampaui Negara-negara Eropa. Dengan memahami bahwa peradaban Islam telah diakui oleh seluruh dunia pada masa lalu, hal ini akan memotivasi kita untuk mempelajari lebih lanjut mengenai sejarah ini dan berusaha untuk mengulangi kejayaan tersebut di masa depan.

Dinasti Abbasiyah berawal dari paman Rasulullah SAW, Al-abbas, dan khalifah pertama mereka adalah Abdullah Ash-Shaffah bin Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Abbas bin Abdul Muthalib. Dinasti ini didirikan pada tahun 132H / 750M oleh Abul Abbas Ash-Shaffah. Dinasti Abbasiyah berkuasa selama lima abad, dari tahun 132-656H (750M-1258M), dan mengangkat keturunan Rasulullah dan anak-anaknya sebagai pemimpin.



Sebelum berdirinya Dinasti Abbasiyah, ada tiga pusat kegiatan utama yang mendukung kekuasaan keluarga besar Rasulullah SAW, yaitu Humaimah, Kufah, dan Khurasan. Humaimah menjadi tempat tinggal keluarga Abbasiyah, Kufah menjadi wilayah yang didukung oleh pendukung Ali bin Abi Thalib, dan Khurasan memiliki penduduk yang mendukung dakwah kaum Abbasiyah.

Para penerang dakwah Abbasiyah berjumlah 150 orang yang dipimpin oleh Muhammad bin Ali, salah satu pemimpin keluarga Abbasiyah, yang menjadi peletak dasar bagi berdirinya Dinasti Abbasiyah. Meskipun propagandanya dilakukan secara rahasia, keinginan untuk mendirikan kekuasaan Abbasiyah akhirnya diketahui oleh Dinasti Umayyah, dan pemimpin Abbasiyah yang pertama, Ibrahim, ditangkap dan dieksekusi. Sebelum kematiannya, Ibrahim mewasiatkan adiknya Abul Abbas untuk menggantikannya dan memindahkan pusat pemerintahan ke Kufah.

Dinasti Abbasiyah memiliki 37 khalifah, dengan beberapa di antaranya mencapai masa keemasan politik dan intelektual. Kekhalifahan Baghdad menjadi kota metropolitan penting yang menyaksikan era keemasan Islam.

Kekhalifahan ini menjadi pusat aktivitas intelektual dengan adanya Bayt al-Hikmah, sebuah akademi ilmiah yang mengumpulkan berbagai ilmu pengetahuan dan menerjemahkan karya-karya penting dari peradaban pra-Islam, seperti Persia, India, dan Yunani, ke dalam bahasa Arab.

Namun, setelah hampir 6 abad berkuasa, Dinasti Abbasiyah mulai mengalami kemunduran. Pertentangan dan friksi di kalangan umat Islam memperkuat penyebab kemunduran ini. Akhirnya, dinasti ini mengalami kehancuran tragis saat kota Baghdad dihancurkan oleh bangsa Mongol pimpinan Hulagu Khan pada tahun 1258 M.

Secara umum, kemunduran Dinasti Abbasiyah disebabkan oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal mencakup pertentangan dan friksi internal di kalangan umat Islam, sedangkan faktor eksternal mencakup invasi bangsa Mongol yang mengakhiri masa kejayaan Dinasti Abbasiyah.

Masa Kejayaan Peradaban Dinasti Abbasiyah:

Dinasti Abbasiyah mencapai masa kejayaan politik dan intelektual segera setelah didirikan. Kekhalifahan Baghdad yang didirikan oleh Al-Saffah dan Al-Manshur mencapai puncak keemasannya antara masa khalifah ketiga, Al-Mahdi, dan khalifah kesembilan, Al-Wathiq, dengan puncaknya pada masa Harun al-Rasyid dan anaknya, Al-Ma'mun. Keberhasilan dua khalifah hebat ini membuat Dinasti Abbasiyah menjadi terkenal dalam sejarah Islam.

Sebuah diktum yang dikutip oleh penulis antologi, Al-Tsa'alabi (w. 1038), menyebut bahwa Al-Manshur adalah "sang pembuka", Al-Ma'mun adalah "sang penengah", dan Al-Mu'tadhid (892-902) adalah "sang penutup", yang mengandung kebenaran.

Perkembangan dan Kemajuan Islam Pada Masa Dinasti Abbasiyah:

Baghdad menjadi ibu kota Irak dan merupakan kota terbesar kedua di Asia Barat Daya setelah Teheran. Kota ini memiliki sejarah panjang yang bermula sejak 4000 SM dan pernah menjadi bagian dari Babylonia kuno. Seiring berjalannya waktu, Baghdad dikuasai oleh berbagai bangsa seperti Persia, Yunani, dan Romawi.

Nama "Baghdad" sendiri memiliki arti "Taman Keadilan". Karena posisinya yang strategis, kota ini menarik perhatian khalifah kedua, Umar bin Khattab ra, yang kemudian mengutus sahabatnya, Sa'ad bin Abi Waqqas, untuk menaklukkan kota itu. Penduduk setempat dengan baik menerima Islam dan mayoritas masyarakat Baghdad memeluk agama yang dibawa oleh Rasulullah SAW.

Ketika Dinasti Abbasiyah berkuasa, kota Baghdad mengalami pembangunan pesat menjadi salah satu kota metropolitan yang menjadi saksi era keemasan Islam. Pembangunan ini dipelopori oleh Khalifah Abu Ja'far Al-Mansur, yang memindahkan pusat pemerintahan Islam dari Damaskus ke Baghdad.

 Pemilihan Baghdad sebagai pusat pemerintahan Dinasti Abbasiyah didasarkan pada berbagai pertimbangan politik, keamanan, sosial, dan geografis. Damaskus, Kufah, dan Basrah, yang sebelumnya berkembang, tidak dipilih karena masih banyak berada dalam pengaruh lawan politik Dinasti Abbasiyah.

Dalam proses pembangunan kota Baghdad, khalifah mengumpulkan sekitar 100.000 ahli bangunan, termasuk arsitek, tukang batu, tukang kayu, ahli lukis, dan ahli pahat, yang berasal dari Syria, Mosul, Basrah, dan Kufah. Meskipun pembangunan ini memakan biaya dan tenaga yang besar, hasilnya adalah sebuah kota megah dan indah yang sarat filosofis.

Pada masa pemerintahan Harun al-Rasyid, kemegahan kota Baghdad semakin meningkat dan menarik banyak cendikiawan dan ilmuwan. Khalifah juga mendirikan Bayt al-Hikmah, sebuah akademi ilmiah yang menjadi pusat aktivitas keilmuan, termasuk penelitian dan penerjemahan karya-karya penting dari peradaban pra-Islam seperti Persia, India, dan Yunani ke dalam bahasa Arab.

Lembaga ini berkembang pesat pada masa Al-Ma'mun, di bawah bimbingan Hunayn bin Ishaq. Selain itu, Al-Ma'mun juga menambahkan bangunan khusus sebagai observatorium untuk penelitian astronomi di Bayt al-Hikmah.

Sejak itu, Bayt al-Hikmah menjadi pusat kegiatan intelektual yang tak tertandingi oleh dinasti lainnya. Banyak penelitian ilmiah dilakukan di sana, termasuk di bidang matematika, astronomi, kedokteran, kimia, zoologi, dan geografi. Melalui gerakan penerjemahan ini, Baghdad menjadi kota yang mengumpulkan berbagai karya keilmuan yang sangat agung.

Faktor-Faktor yang Menyebabkan Kemunduran Dinasti Abbasiyah:

Setelah hampir 6 abad berkuasa, kejayaan Dinasti Abbasiyah perlahan mulai memudar. Pertentangan dan friksi di kalangan umat Islam semakin kuat. Keagungan dan kebesaran mereka berakhir tragis setelah kota Baghdad hancur akibat invasi bangsa Mongol pimpinan Hulagu Khan pada tahun 1258 M.

Secara umum, kemunduran dan kehancuran Dinasti Abbasiyah disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan eksternal.

Faktor Internal:

  1. Lemahnya Khalifah: Setelah Dinasti Seljuk kehilangan kekuasaan atas Baghdad, khalifah Abbasiyah hanya memiliki kendali di wilayah Baghdad. Sementara itu, wilayah Abbasiyah lainnya dikuasai oleh dinasti-dinasti kecil di sebelah timur dan barat Baghdad. Kelemahan ini menyebabkan kendali khalifah menjadi terbatas.
  2. Persaingan Dengan Bangsa Lain: Bangsa-bangsa seperti Maroko, Mesir, Syria, Irak, Persia, Turki, dan India bersaing untuk mendominasi kekuasaan. Selama berdirinya Dinasti Abbasiyah, pengaruh dan dominasi bangsa-bangsa tersebut berganti-ganti, mengakibatkan instabilitas politik.
  3. Kemerosotan Ekonomi: Periode kemunduran ditandai oleh penurunan pendapatan negara dan meningkatnya pengeluaran. Wilayah kekuasaan yang semakin menyusut, kerusuhan yang mengganggu perekonomian, pengurangan pajak, dan banyak dinasti yang memisahkan diri dan tidak membayar upeti menyebabkan penurunan ekonomi.
  4. Konflik Keagamaan: Fanatisme keagamaan menyebabkan perpecahan dalam kebangsaan dan perbedaan pandangan antara aliran-aliran keagamaan seperti Mu'tazilah, Syi'ah, dan Sunni. Pemerintahan Abbasiyah menghadapi kesulitan dalam menyatukan paham keagamaan.

Faktor Eksternal:

  1. Perang Salib: Pada tahun 1095, Paus Urbanus II mengajak umat Kristen untuk melakukan Perang Salib dengan tujuan merebut Palestina dan mendirikan Haikal Sulaiman. Tentara Salib dipimpin oleh tokoh-tokoh Kristen dan berusaha merebut wilayah-wilayah Muslim, termasuk Baghdad, yang menyebabkan konflik dan ketegangan di wilayah tersebut.
  2. Serangan Hulagu Khan (Bangsa Mongol): Hulagu Khan, cucu Jengis Khan, memimpin bangsa Mongol dalam serangan terhadap wilayah Abbasiyah. Pada tahun 1258 M, pasukan Mongol menyerbu Baghdad dan menghancurkannya secara brutal, mengakhiri kekuasaan Dinasti Abbasiyah dan menyebabkan keruntuhan mereka.

Kesimpulan:

Dinasti Bani Abbasiyah adalah dinasti yang mengubah peradaban Islam setelah Dinasti Umayyah. Mereka mencapai masa kejayaan politik dan intelektual segera setelah berdiri dan memiliki beberapa khalifah yang berpengaruh, seperti Al-Manshur, Al-Ma'mun, dan Al-Mu'tadhid.

Pada masa keemasannya, Baghdad menjadi pusat peradaban Islam yang megah dan makmur. Pembangunan kota Baghdad yang pesat dan berbagai kegiatan intelektual di Bayt al-Hikmah membuatnya mengoleksi karya-karya keilmuan yang penting dari berbagai peradaban sebelumnya.

Namun, seiring berjalannya waktu, Dinasti Abbasiyah mengalami kemunduran dan kehancuran. Faktor internal seperti lemahnya khalifah, persaingan dengan bangsa lain, kemerosotan ekonomi, dan konflik keagamaan menjadi penyebab utama kemunduran mereka. Faktor eksternal seperti Perang Salib dan serangan bangsa Mongol di bawah pimpinan Hulagu Khan juga berkontribusi pada kehancuran Dinasti Abbasiyah.

Dengan demikian, Dinasti Abbasiyah meninggalkan warisan berupa masa kejayaan peradaban Islam yang penting, namun juga menghadapi tantangan dan konflik yang menyebabkan akhir yang tragis bagi kekuasaan mereka.

 

 

-
-