Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Mengenal Ulama dan Cendikawan Muslim: Ibn Taimiyah Sebagai Penulis Kitab Tafsir Kabir

Kepoen.com-Mengenal Ulama dan Cendikawan Muslim: Ibn Taimiyah Sebagai Penulis Kitab Tafsir Kabir-Ibn Taimiyah, salah seorang pemikir Muslim memiliki pengaruh besar terhadap dunia Islam juga berkontribusi dalam perkembangan khazanah tafsir. Berbekal segala keilmuan yang dimiliki, dan ideologi Salafinya yang fenomenal, Ibn Taimiyah berupaya membangun kembali masyarakat Islam di atas sendi-sendi Islam yang pokok, yaitu Al-Qur’an dan sunah.

Upaya yang dilakukannya berangkat dari asumsi dasar bahwa kaum Muslimin generasi pertama maju dengan pesat karena mereka berpegang kepada ajaran Islam dan menghormati al-Qur’an. Sebaliknya, kaum muslimin pada masanya lemah dan kurang dihargai komunitas agama lain karena mereka telah meninggalkan sumber ajarannya.

Ia berkesimpulan bahwa tugas utama yang harus dijalankannya adalah menyeru umat Islam untuk kembali kepada Al-Qur’an dan sunah, yang dalam memahaminya diperlukan pemahaman kaum muslimin generasi pertama untuk menguji madzhab-madzhab dan hasil pemikiran kaum muslimin dari masa ke masa.

Maka kemudian kedepannya akan dipaparkan oleh penulis salah satu kontribusi Ibn Taimiyah dalam bidang Tafsir dengan karyanya Tafsir Kabir. Salah satu kitab tafsir yang unik dengan penyajiannya yang menggunakan metode tahlily dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an, namun tidak mencantumkan semua ayat dalam Al-Qur’an, hanya memaparkan ayat-ayat dan surat yang menurutnya perlu dijelaskan, dengan model penyajian yang dibagi dalam beberapa pasal sesuai dengan kandungan suratnya.



Pengamatan yang dilakukan oleh penulis kedepannya hanya akan terfokus pada konsep al-ghaib dan al-syahid, yang mana dalam kitab tafsirnya, konsep ini ditafsirkan dalam satu fasl tertentu, yang dikorelasikan dengan 3 surat sekligus. Dengan pendekatan analisis historis atas ideologi salafi yang ia bangun, penulis akan mencoba mencari keterpengaruhan ideologinya dengan tafsirnya.

Dari apa yang telah ditemukan ditunjukkan bahwa metode tafsir Ibn Taimiyyah ialah tahlily, akan tetapi dari aspek sumber penafsirannya tafsir ini menggunakan periwayatan yang disandarkan kepada dalil-dalil naqli, dan beberapa periwayatan ulama salaf.

Selayang Pandang Ibnu Taimiyyah

Ibnu Taimiyyah yang memiliki nama pendek Ahmad, dalam karangan beliau, sering kali digelari (laqab) dengan nama syaikh al-Islam, Taqi al-Din dan Ibnu Taimiyyah. Dia juga dijuluki (kunyah) Abu al-Abbas bermakna bapak Abbas.

Akan tetapi  Abbas bukanlah anak darinya  karena beliau adalah ulama yang membujang. Tetapi julukan tersebut dinisbatkan bukan kepada anaknya, hal ini juga biasa terjadi di zaman Rasulullah.[1] Sedangkan nama lengkap Ibnu Taimiyyah adalah Taqiyuddin Ahmad bin Abd al-Halim bin Taimiyyah, lahir di kota Harran di wilayah Syiria pada hari Senin tanggal 10 Rabi’ul Awal tahun 661 H bertepatan dengan tanggal 22 Januari 1263 M.[2] Dia terkenal karena pengetahuan dan perjuangannya dan wafat di penjara di Damaskus pada malam Senin tanggal 26 September 1328 M.[3]

Ibnu Taimiyyah berasal dari keluarga besar Taimiyyah yang amat terpelajar dan sangat dihormati dan disegani oleh masyarakat luas pada zamannya. Ayahnya adalah Syihabuddin Abdul Halim bin Abdus Salam (627-682 H) adalah seorang ulama besar yang mempunyai kedudukan di Masjid Jami’ Damaskus, sebagai khatib dan imam.[4]

Ketika berumur enam tahun, ia dibawa ayahnya ke Damaskus bersama saudaranya. Disana ia berdomisili dan dari ulama di kota itu ia mempelajari dan mendalami berbagai cabang ilmu keislaman. Dalam bidang hadis ia belajar antara lain kepada Ibnu Abdul Daim seorang ahli hadis kenamaan dinegeri itu, dari Syekh Samsuddin Al-Hambali, Syekh Jalaluddin Al-Hanafi, dan lain-lain.

Kemudian ia mendalami ilmu fiqh, bahasa arab, tafsir dan usul fiqh.[5] Pada usia 22 tahun, ia menggantikan ayahnya menjadi guru hadis di berbagai madrasah terkemuka di kota Damaskus dan memberikan pelajaran tafsir al-Qur’an setiap Jumat di Masjid Jami’. Pada tahun 691 H/ November 1291 M, ia melaksanakan ibadah haji dan kembali ke Damaskus dengan membawa karangan tentang manasik haji dan mengungkapkan beberapa bid’ah yang terjadi di sana.[6]

Sebagai seorang pemikir Muslim yang besar pengaruhnya terhadap dunia Islam, Ibnu Taimiyah ahli dalam hampir semua cabang pengetahuan Islam.[7] Berbekal segala kemampuan yang dimiliki, Ibn Taimiyah berupaya membangun kembali masyarakat Islam di atas sendi-sendi Islam yang pokok, yaitu al-Qur’an dan al-Sunah.[8]

Upaya yang dilakukannya berangkat dari asumsi dasar bahwa kaum Muslimin generasi pertama maju dengan pesat karena mereka berpegang kepada ajaran Islam dan menghormati al-Qur’an. Sebaliknya, kaum muslimin pada masanya lemah dan kurang dihargai komunitas agama lain karena mereka telah meninggalkan sumber ajarannya.

Ia berkesimpulan bahwa tugas utama yang harus dijalankannya adalah menyeru umat Islam untuk kembali kepada al-Qur’an dan al-Sunah, dalam memahaminya menggunakan pemahaman kaum muslimin generasi pertama untuk menguji madzhab-madzhab dan hasil pemikiran kaum muslimin dari masa ke masa.[9]

Ibnu Taimiyyah berpengaruh pada beberapa tokoh gerakan Islam, seperti Syah Waliyullah, Muhammad Ibn ‘Abd Al-Wahahab (pendiri gerakan wahabi di Saudi Arabia), Muhammad ‘Abduh dan Sayyid Muhammad Rasyid Rida.[10]

Pengaruh itu mulanya terbatas pada murid-murid terdekat, akan tetapi dalam jangka panjang, meresap ke dalam tubuh intelegensia keagamaan pada abad ke 12 H/18 M. Gerakan Wahabi merupakan manifestasi yang paling terorganisasi dari pemikiran-pemikirannya.[11]

Sikap Ibn Taimiyyah mengenai fiqih dan tasawuf serta peranan Islam dalam sistem politik mempengaruhi perkembangan pikiran Muhammadiyyah, Persatuan Islam (PERSIS) dan Al-Irsyad. Gagasan menghidup kan kembali semangat ijtihad di kalangan para ualma Islam merupakan ide pokok Ibn Taimiyyah yang menggugah para organisasi tersebut.[12]

Karya-karya yang telah disebut di atas, hanya sebagian kecil dari karya tulisnya. Dalam bidang Tafsir sendiri Taimiyah memiliki berbagai macam kitab, di antaranya:[13] Tafsir Ibn Taimiyah, Bombay, 1954, Tafsir Surah Al-Ikhlas, 1324, Tafsir Surah Al-Kausar, 1334, Muqaddimah fi Usul al-Tafsir, Daqaiq al-Tafsir, dan Tafsir al-Kabir.

 



[1] Miftah Khilmi Hidayatullah, Konsep Keberagaman Tafsir Ibn Taimiyah dan Aplikasinya Pada Jihad fii Sabilillah dalam Konteks Keindonesiaan, Yogyakarta: Tesis Program Pasca Sarjana UIN Sunan Kalijaga, 2015, hlm. 26.

[2] Ibn Taimiyah, Daqaiq at-Tafsir, jilid I, (Bairut: Muassasah Ulumul Qur’an,1984), hlm. 5.

[3] Fahru bin ‘Abdurrahman bin Sulaiman ar-Rummi, Buhus Fi Usul al-Tafsir Wa Manajuhu, (Riyad: at-Taubah, t. Th.), hlm. 167.

[4] Ali Hasan, Perkembangan Madzhab,cet. Ke-4, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), hlm. 282.

[5] Harun Nasution, Ensiklopedi Islam di Indonesia, (Jakarta: Jambatan, 1992), hlm. 348.

[6] Qamaruddin Khan, “Ibn Taymiyah Views on The Prophetic State”, in Islamic Studies, Vol. 3, No. 4, (Islamabad: Islamic Research Institute, International Islamic University, 1964).

[7]  Fazlur Rahman, Islam, diterj. Ahsin Mohammad, (Bandung: Pustaka, 2010), hlm. 114-115.        

[8]Muhammad al-Bahy, Alam Pemikiran Islam dan Perkembangannya, Terj. Al-Yasa’ Abu Bakar (Jakarta: Bulan Bintang, 1987),  hlm. 7.

[9]Sebagai seorang pengkaji ilmu pengetahuan ia juga banyak memberikan kritik terhadap para ahli fiqh, tasawuf, madzhab-madzhab kalam dan aliran pemikiran lainnya. Lihat Sumedi, Ibn Taimiyah (1262-1328) dan Karl Raimund Popper (1902-1994), Tesis di UIN Sunan Kalijaga, 2007.

[10] Muhammad Amin, Ijtihad Ibnu Taimiyyah dalam Bidang Fiqih Islam, (Jakarta: INIS, 1991), hlm. 34.

[11] Fazlur Rahman, Islam, hlm. 164.

[12] Muhammad Amin, Ijtihad Ibnu Taimiyyah dalam Bidang Fiqih Islam, hlm. 38.

[13] Ibn Taimiyah, Tafsir al-Kabir, jilid I, (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, TT), hlm. 63.

-
-