Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Pengertian psikologi dakwah dan Hubungan Psikologi Dakwah dengan Psikologi Agama, Ilmu Komunikasi, Sosiologi, dan Patologi Sosial

Kepoen.com-Pengertian psikologi dakwah dan Hubungan Psikologi Dakwah dengan Psikologi Agama, Ilmu Komunikasi, Sosiologi, dan Patologi Sosial- Psikologi dakwah ialah ilmu pengetahuan yang bertugas mempelajari atau membahas tentang segala gejala hidup kejiwaan manusia yang terlibat dalam proses kegiatan dakwah. 

 Psikologi dakwah juga diartikan sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang tingkah laku manusia yang merupakan cerminan hidup kejiwaannya untuk diajak kepada pengalaman ajaran-ajaran islam demi kesejahteraan hidup manusia di dunia dan di akhirat.

 


Tujuan psikologi dakwah adalah membantu dan memberikan pandangan kepada para da’I tentang pola dan tingkah laku para mad’u dan hal-hal yang mempengaruhi tingkah laku tersebut yang berkaitan dengan aspek kejiwaan (psikis) sehingga mempermudah para da’I untuk mengajak mereka kepada apa yang dikehendaki oleh ajaran islam.

Selain itu, Psikologi Dakwah juga memberikan pandangan tentang mungkinnya dilakukan perubahan tingkah laku atau sikap mental psikologis sasaran dakwah atau penerangan agama sesuai dengan pola (pattern) kehidupan yang dikehendaki oleh ajaran agama yang didakwahkan (diserukan) oleh aparat dakwah atau penerangan agama itu.

 

Motivasi dan konsep diri seorang Da’i dalam pelaksaan dakwah.


Motivasi mengandung tiga komponen pokok, yaitu menggerakkan, mengarahkan dan menopang tingkah laku. Motivasi mengarahkan tingkah laku individu ke arah suatu tujuan, menguatkan intensitas dan arah dorongan-dorongan dan kekuatan individu tersebut.

Arti penting motovasi bagi seorang Da’i adalah menggerakkan atau memacu obyek dakwah yaitu mad’u agar timbul kesadaran membawa perubahan tingkah laku sehingga tujuan dakwah dapat tercapai. Selanjutnya seorang Da’i dituntut untuk mengarahkan tingkah laku mad’u sesuai dengan tujuan dakwah dengan menciptakan lingkungan yang dapat menguatkan dorongan-dorongan tersebut. 

Seorang Da’i jugan harus mampu menyesuaikan materi dakwah, metode dakwah, dan strategi dakwah yang tepat dengan lingkungan yang sedang dihadapi.

 

Hubungan Psikologi Dakwah dengan Psikologi Agama, Ilmu Komunikasi, Sosiologi, dan Patologi Sosial

 

Hubungan psikologi dakwah dengan psikologi agama. Islam adalah agama dakwah, agama menyebar luaskan kebenaran dan mengajak orang-orang yang belum mempercayainya untuk percaya, menumbuhkan pengetian dan kesadaran agar umat islam mampu menjalani hidup sesuai dengan perintah.

Dengan demikian, setiap muslm berkewajiban untuk berdakwah. Dalam melaksanakan tugas dakwah, seorang da’i dihadapkan pada kenyataan bahwa individu-individu yang akan di dakwah memiliki keberagaman dalam berbagai hal seperti fikiran (ide-ide), pengalaman kepribadian dan lain-lain.

Dengan kata lain seorang da’i di tuntut menguasai studi Psikologi yang mempelajari tentang kejiwaan manusia sebagai individu maupun anggota masyarakat, baik pada fase perkembangan manusia anak, remaja dewasa dan manula.

Hubungan Psikologi Dakwah Dengan Ilmu Komunikasi. Kegiatan dakwah adalah kegiatan komunikasi, dimana da’i mengkomunikasikan pesan kepada mad’u perorangan atau kelompok secara teknis dakwah adalah komnukasi antara da’i (komunikator dan mad’u (komunikan) hukum dalam komunikasi berliku juga dalam dakwah, hambatan komunikasi berarti hambatan dakwah. 

Perbedaan dakwah dengan komunikasi terletak pada muatan pesannya, pada komunikasi sifatnya netral sedang pada dakwah terkandung nilai keteladanan dan kebenaran.

Hubungan Psikologi Dakwah dengan Sosiologi. Dakwah merupakan komunikasi antara da’i dan madu’ akan melahirkan interaksi sosial, karena itu sosiologi menaruh perhatian pada interaksi sosial tersebut.

Hubungan Psikologi Dakwah dengan Patologi Sosial. Sebelum memulai kegiatan dakwah, para da’i perlu mengetahui lebih jauh apa saja penyakit-penyakit masyarakat dan penyakit masyarakat di bahas dalam patologi sosial yang membahas tentang sikap, kegiatan yang bertentangan dengan norma-norma agama, masyarakat, adat istiadat dan sebagainya.

 

Karakteristik manusia dalam Psikologi Dakwah.

Dalam kegiatan dakwah, manusia dapat dibedakan menjadi dua. Yaitu siapa yang mendakwahkan (da’i) dan siapa yang didakwahi (mad’u):

Pertama, Da’i (pelaku dakwah) adalah orang yang melaksanakan dakwah baik secara lisan, tulisan, maupun perbuatan yang dilakukan baik secara individu, kelompok, atau lewat organisasi/lembaga. Seorang da’i harus mengetahui apa tugas seorang da’i, modal dan bekal apa yang harus ia punya, serta bagaimana akhlak yang harus ia miliki.

Secara umum kata da’i sering disebut dengan sebutan mubaligh (orang yang menyampaikan ajaran Islam), namun sebenarnya –seperti ditunjukkan dalam buku ini- sebutan ini konotasinya sangat sempit, karena masyarakat cenderung mengartikannya sebagai orang yang menyampaikan ajaran Islam melalui lisan, seperti penceramah agama atau khatib (orang yang berkhotbah). Seorang da’i harus menjalankan dakwah sesuai dengan hujjah yan nyata dan kokoh.

Kedua, Mad’u (penerima dakwah) adalah orang yang menjadi sasaran dakwah, atau orang yang menjadi penerima dakwah, baik sebagai individu maupun sebagai kelompok, baik orang yang beragama Islam maupun tidak. 

Kepada orang yang belum beragama Islam, dakwah bertujuan untuk mengajak mereka untuk mengikuti agama Islam, sedangkan kepada orang yang telah beragama Islam, dakwah bertujuan untuk meningkatkan kualitas Iman, Islam, dan Ihsan.

Dalam QS. Al-Baqarah ayat 20, dijelaskan bahwa ada tiga tipe mad’u, yaitu: mukmin, kafir, dan munafik. Dari tiga klasifikasi besar ini, mad’u kemudian dikelompokkan lagi dalam berbagai macam pengelompokan.

Misalnya, orang orang mukmin dibagi menjadi tiga, yaitu: dzalim li nafsih, muqtashid, dan sabiqun bilkhairat. Kafir bisa dibagi menjadi kafir zimmi dan kafir harbi. Mad’u atau penerima dakwah terdiri dari berbagai macam golongan manusia. Oleh karena itu, menggolongkan mad’u sama dengan menggolongkan manusia itu sendiri dari aspek profesi, ekonomi, dan lain sebagainya.

 

Teori dan penerapan teori psikoanalisis dalam konteks dakwah.

Sigmund Freud sebagai pendiri psikoanalis (orang pertama yang berusaha merumuskan psikologi manusia), merumuskan tiga sistem utama kepribadian manusia, yaitu Id (das es), ego (das ich), dan super ego (ueber ich).

Dari pandangan teori psikoanalais ini mengatakan bahwa tingkah laku manusia itu sebenarnya merupakan interaksi dari ketiga subsistem itu, yaitu komponen biologis ( hawa nafsu, id), komponen psikologis (ego), dan komponen sosial ( superego), maka bisa dikatakan bahwa antara subsistem tersebut tingkah laku manusia terjadi karena unsur hewani, akali, dan nilai atau norma.

Menurut Freud, ada 2 insting yang dominan pada subsistem Id ini, yaitu Libido atau Eros dan Thanatos. Libido (eros) atau naluri kehidupan adalah insting reproduktif yang menerangkan energy dasar, yaitu untuk kegiatan manusia yang konstruktif.

Seperti, seks dan hal-hal lain yang mendatangkan kenikmatan, termasuk kasih saying dari seorang Ibu, maupun pemujaan kepada Tuhan Yang  Maha Esa dan cinta diri. Libidio juga merupakan insting kehidupan (eros). Thanatos merupakan insting destruktif dan agresif.

-
-