Mengenal Sejarah Berdirinya Nahdlatul 'Ulama, Muhammadiyah dan Persis
Kepoen.com-Mengenal Sejarah Berdirinya Nahdlatul 'Ulama, Muhammadiyah dan Persis- Sejarah pendirian Nahdlatul 'Ulama (NU) berkaitan erat dengan kondisi keterbelakangan yang dialami oleh bangsa Indonesia akibat penjajahan dan tradisi. Hal ini memicu kesadaran kaum terpelajar untuk memperjuangkan bangsa melalui pendidikan dan organisasi. Gerakan ini dikenal sebagai "Kebangkitan Nasional," dan tiga tokoh ulama penting dalam pendirian NU adalah Kiai Wahab Chasbullah, Kiai Hasyim Asy’ari, dan Kiai Cholil.
Pada tahun 1916, kelompok
pesantren melawan kolonialisme dengan mendirikan Nahdlatul Wathan dan pada
tahun 1918, Taswirul Afkar atau Nahdlatul Fikri didirikan sebagai wadah
pendidikan sosial politik dan keagamaan bagi kaum santri. Dari sini, Nahdlatut
Tujjar (pergerakan kaum saudagar) juga terbentuk. Akibat perkembangan yang
semakin pesat, organisasi ini perlu sistematisasi, dan pada 16 Rajab 1344 H (31
Januari 1926), Nahdlatul Ulama (NU) resmi dibentuk dengan K.H. Hasyim Asy’ari
sebagai Rais Akbar. NU memiliki pedoman dalam bentuk kitab Qanun Asasi dan
kitab I’tiqad Ahlussunnah Wal Jamaah.
Sejarah Berdirinya
Muhammadiyah Muhammadiyah didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan di Kampung
Kauman, Yogyakarta, pada tanggal 18 November 1912. Organisasi ini bertujuan
untuk memurnikan ajaran Islam yang dianggap telah terpengaruh oleh
elemen-elemen mistik. Pada awalnya, Muhammadiyah juga melibatkan wanita dan
kaum muda dalam kegiatan dakwah, termasuk pengajian Sidratul Muntaha dan
pendirian sekolah dasar dan lanjutan seperti Hooge School Muhammadiyah dan
Mu'allimaat Muhammadiyah.
Pengaruh awal Muhammadiyah terbatas
pada wilayah tertentu, tetapi dengan berjalannya waktu, organisasi ini menyebar
ke seluruh Indonesia, terutama setelah Abdul Karim Amrullah membawa
Muhammadiyah ke Sumatera Barat pada tahun 1925.
Sejarah Berdirinya Persis
Persatuan Islam (Persis) muncul sebagai respons terhadap kondisi umat Islam
yang terjebak dalam praktik mistisisme dan kelemahan berpikir, serta penjajahan
kolonial Belanda. Persis lahir sebagai gerakan pembaruan Islam dan ditemukan
pada tanggal 12 September 1923 di Bandung oleh kelompok tadarusan yang ingin
membentuk organisasi dengan tujuan menjaga persatuan dalam pemikiran, rasa,
suara, dan usaha Islam. Persis diilhami oleh firman Allah dalam Al Quran dan
hadits Nabi Muhammad.
Tokoh-tokoh Berpengaruh di
Nahdlatul 'Ulama, Muhammadiyah, dan Persis Di Nahdlatul 'Ulama, beberapa
tokoh berpengaruh adalah Hadratusy Syaikh K.H. Hasyim Asy’ari, KH. Abdul Wahab
Chasbullah, KH. Bisri Syansuri, K.H. Ahmad Shiddiq, K.H. Wahid Hasyim, K.H. M.
Ilyas Ruhiat, K.H. M.A. Sahal Mahfudz, K.H. Idham Chalid, KH. Ali Ma’shum, dan
K.H. Abdurrahman Wahid.
Di Muhammadiyah, tokoh-tokoh
berpengaruh termasuk KH. Ahmad Dahlan, Ibrahim Hosen, K.H Hasyim Asy’asri,
Ahmad Rasyid Sutan Mansyur, K.H Faqih Usman, KI Bagus Hadikusumo, Mas Mansur,
Muhammad Yunus, Ahmad Badawi, K.H Ahmad Azhar Basyir, Amien Rais, dan Prof. DR.
M. Din Syamsuddin, MA.
Di Persis, tokoh-tokoh
berpengaruh adalah Ahmad Hassan, Mohammad Natsir, dan Mohammad Isa Anshary.
Tujuan Didirikannya Nahdlatul
'Ulama (NU): Tujuan pendirian NU adalah menjaga, memelihara, dan
mengembangkan ajaran Islam yang mengikuti salah satu dari empat mazhab (Hanafi,
Maliki, Syafi'i, dan Hambali) serta menyatukan langkah para ulama dan
pengikutnya. Organisasi ini juga bertujuan untuk menciptakan kesejahteraan
masyarakat, kemajuan bangsa, dan meningkatkan martabat manusia.
Tujuan Didirikannya
Muhammadiyah: Tujuan utama Muhammadiyah adalah mengoreksi penyimpangan yang
terjadi dalam praktik dakwah Islam, di mana seringkali ajaran Islam bercampur
dengan kebiasaan lokal sebagai hasil adaptasi. Muhammadiyah didasarkan pada
perintah Al Quran yang mendorong umat untuk bergerak, menyebarkan kebaikan,
mencegah kejahatan, dan hidup dalam organisasi. Muhammadiyah juga mendorong
tumbuhnya rumah sakit, panti asuhan, dan pendidikan di seluruh Indonesia
sebagai dampak positif dari organisasi ini.
Tujuan Didirikannya Persis:
Persis fokus pada pemahaman Al-Quran dan Sunnah dalam praktik keagamaan. Mereka
mengadakan berbagai kegiatan seperti pertemuan umum, tabligh, kelompok studi,
tadarus, pendirian sekolah pesantren, penerbitan buku dan majalah, serta
aktifitas keagamaan lainnya. Tujuan utama mereka adalah menjalankan syariat
Islam secara menyeluruh dalam semua aspek kehidupan. Persis juga aktif dalam
pendidikan, penerbitan, pengajian, dan diskusi di seluruh Indonesia untuk
mencapai tujuan ini.
Corak Pemikiran Nahdlatul
'Ulama (NU): NU memiliki dasar pemikiran yang mendasarkan paham
keagamaannya pada sumber ajaran Islam seperti Al-Qur'an, As-Sunnah, Al-Ijma'
(kesepakatan para sahabat dan ulama), dan Al-Qiyas (analogi). Mereka mengikuti
paham Ahlussunnah Wal Jama'ah dan salah satu dari empat madzhab dalam fiqih. NU
juga meyakini bahwa Islam adalah agama yang melengkapi nilai-nilai positif yang
sudah ada dalam masyarakat, bukan menghapusnya.
Corak Pemikiran Muhammadiyah:
Pemikiran Muhammadiyah dikelompokkan dalam prinsip-prinsip filosofis dan
teoritis. Filosofi Muhammadiyah terdiri dari lima prinsip utama, seperti
tauhid, ibadah, kemasyarakatan, ittiba' (mengikuti), tajdid (pembaruan), dan
organisasi. Prinsip tajdid mengacu pada penggunaan akal dalam memahami dan
menerapkan ajaran Islam. Pemikiran teoritis Muhammadiyah mencakup strategi
keperjuangan dan teori dakwah yang disesuaikan dengan perubahan dalam
masyarakat.
Program Dakwah Nahdlatul
'Ulama (NU): NU memiliki program yang mencakup pengembangan dakwah dan
layanan sosial. Program-program ini termasuk pengadakan forum bahtsul masail,
penyebaran pemikiran Ahlussunnah wal Jama'ah, pertemuan ulama, pelatihan
wawasan keagamaan, pengiriman guru agama ke pedalaman, pembinaan masjid,
dukungan terhadap panti asuhan, pendirian rumah sakit, penyuluhan kesehatan,
upaya pengurangan kemiskinan, kampanye hukum dan HAM, serta promosi perdamaian
dan rekonsiliasi masyarakat.
Program Dakwah Muhammadiyah:
Muhammadiyah memiliki program dakwah yang mencakup tajdid (pembaruan) dalam
berbagai aspek kehidupan sosial. Program ini melibatkan pendalaman akidah,
perluasan pemahaman Islam, koreksi dan musyawarah, pengembangan keterbukaan
berpikir rasional, dakwah sebagai konsep pengembangan kehidupan Islam, politik
dalam konteks dakwah Islam, penertiban administrasi dan organisasi,
profesionalisasi dan spesialisasi, peningkatan mutu kehidupan sosial dan
ekonomi anggota, serta ukhuwah-islamiyah sebagai prinsip hubungan
kemasyarakatan.
Program Dakwah Persis:
Persis memiliki program dakwah yang melibatkan berbagai aktifitas seperti
pertemuan umum, tabligh, kelompok studi, tadarus, pendirian pesantren,
penerbitan majalah dan kitab, serta kegiatan keagamaan lainnya. Tujuannya
adalah menjalankan syariat Islam secara menyeluruh dalam semua aspek kehidupan.
Program ini juga mencakup pendidikan, penerbitan, pengajian, dan diskusi di
seluruh Indonesia untuk mencapai tujuan ini.